Yufroni Web --- Kerja Keras - Kerja Cerdas - Kerja Ikhlas

Yufroni Web --- Kerja Keras - Kerja Cerdas - Kerja Ikhlas

Thursday, 21 November 2013

BAB II Tinjauan Pustaka "Chikungunya"










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA






2.1    Landasan Teori

2.1.1   Definisi Chikungunya
Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya
(CHIK). Kata chikungunya berasal dari bahasa Swahili (suku bangsa di Afrika) yang berarti "orang yang jalannya membungkuk dan menekuk lutut". Gejala klinis yang sering dialami oleh penderita adalah demam disertai dengan nyeri tulang yang hebat sehingga penderita tidak mampu bergerak (break-bone fever). Oleh karena itu, penyakit chikungunya sering disebut sebagai flu tulang. Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti vektor utama dan Aedes albopictus vektor potensial (Soedarto, 2007 : 151).

2.1.2   Etiologi
Virus chikungunya merupakan anggota genus Alphavirus dalam famili Togaviridae. Strain Asia merupakan genotypes yang berbeda dengan yang dari Afrika. Virus chikungunya disebut juga Arbovirus A chikungunya type, CHIK, CK. Virus chikungunya masuk keluarga Togaviridae, genus Alphavirus. Virions mengandung satu molekul single standed RNA. Virus dapat menyerang manusia dan hewan. Virions dibungkus oleh lipid membrane, pleomorphic, spherical, dengan diameter 70 nm. Pada permukaan envelope didapatkan glycoprotein (terdiri dari 2 virus protein membentuk heterodimer). Nucleocapsids isometric berdiameter 40 nm (Soegeng Soegijanto, 2004 : 57).


2.1.3   Vektor
Vektor yang berperan dalam chikungunya dan DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (the yellow fever mosquito) dan vektor potensialnya adalah nyamuk Aedes albopictus (the Asian tiger mosquito) (Depkes RI, 2007).

1)   Taksonomi
Secara taksonomi kedua spesies ini termasuk filum Arthropoda (berkaki buku), kelas Hexapoda (berkaki enam), ordo Diptera (bersayap dua), subordo Nematocera (antena filiform, segmen banyak), famili Culicidae (keluarga nyamuk), subfamili Culicinae (termasuk tribus Anophelini dan Toxorynchitini), tribus Culicini (termasuk generaculex dan Mansonia), genus Aedes (Stegomya), spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Sutaryo, 2004 : 44).

2)   Morfologi
Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna (holometabola).
a)   Telur
Karakteristik telur Aedes berwarna hitam, berbentuk bulat pancung, mulamula berwarna putih kemudian berubah menjadi hitam. Telur tersebut diletakkan secara terpisah di permukaan air untuk memudahkannya menyebar dan berkembang menjadi larva di dalam media air. Media air yang dipilih untuk tempat peneluran itu adalah air bersih yang stagnan (tidak mengalir) dan tidak berisi spesies lain sebelumnya (I Wayan Supartha, 2008 : 6).
b)   Larva
Larva Aedes semuanya hidup di air yang stadiumnya terdiri dari empat instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari – 2 minggu tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air persediaan makanan. Pada air yang agak dingin perkembangan larva lebih lambat, demikian juga keterbatasan persediaan makanan juga menghambat perkembangan larva. Setelah melewati stadium instar ke empat larva berubah menjadi pupa (Sayono, 2008 : 79).
c)    Pupa
Stadium pupa atau kepompong merupakan fase akhir siklus nyamuk dalam lingkungan air. Stadium ini membutuhkan waktu sekitar 2 hari pada suhu optimum. Fase ini adalah periode waktu tidak makan, namun tetap membutuhkan oksigen untuk bernafas dan sedikit gerak. Pupa biasanya mengapung pada permukaan air di sudut atau tepi tempat perindukan untuk keperluan bernafasnya (Sutaryo, 2004 : 68).
d)   Nyamuk Dewasa
Tidak semua Aedes dewasa memiliki pola bentuk toraks yang jelas dengan warna hitam, putih, keperakan, atau kuning. Pada kaki terdapat cincin hitam dan putih. Aedes aegypti memiliki ciri khas warna putih keperakan berbentuk lira (lengkung) pada kedua sisi skutum (punggung), sedangkan pada Aedes albopictus hanya membentuk sebuah garis lurus. Susunan vena sayap sempit dan hampir seluruhnya hitam, kecuali bagian pangkal sayap. Seluruh segmen abdomen berwarna belang hitam putih, membentuk pola tertentu, dan pada betina ujung abdomen membentuk titik (meruncing) (I Wayan Supartha, 2008 : 9).

3)   Siklus Hidup
Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Telur menetas menjadi larva dalam 1-2 hari. Umur larva 7-9 hari, kemudian berubah menjadi pupa. Umur pupa 2-4 hari, lalu menjadi nyamuk. Umur nyamuk betina 8-15 hari, nyamuk jantan 3-6 hari (Sutaryo, 2004 : 45).

4)   Bionomik
Bionomik vektor adalah tempat untuk berkembang biak (breeding places), kebiasaan menggigit (feeding habit), tempat untuk beristirahat (resting places), dan jangkauan terbang (flight range).


a)   Tempat Berkembang (Breeding Places)
Tempat kebiasaan bertelur dari kedua vektor tersebut agak berbeda. Untuk Aedes aegypti, tempat yang disenangi untuk bertelur adalah di Tempat Penampungan Air (TPA) yang jernih dalam rumah dan yang terlindung dari sinar matahari seperti bak di kamar kecil (WC), bak mandi, tandon air minum, ember, tempayan, drum, dan sejenisnya. Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Sedangkan Aedes albopictus lebih senang bertelur pada tempat penampungan air yang berada di luar rumah seperti kaleng, botol, ban bekas yang dibuang, lubang pohon, lekukan tanaman, potongan batang bambu, dan buah kelapa yang sudah terbuka. Penampungan ini bukan dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Hal itu sesuai dengan sifat Aedes aegypti yang mempunyai kecenderungan sebagai nyamuk rumah dan Aedes albopictus yang merupakan nyamuk luar rumah (Sutaryo, 2004 : 47).

b)   Kebiasaan Menggigit (Feeding Habit)
Nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik yang berarti lebih menyukai menghisap darah manusia dibandingkan dengan darah hewan. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus merupakan penghisap darah yang acak dan lebih zoofagik (WHO, 2005 : 62). 
Untuk mendapatkan inangnya, nyamuk aktif terbang pada pagi hari yaitu sekitar pukul 08.00-10.00 dan sore hari 15.00-17.00. Nyamuk yang aktif menghisap darah adalah yang betina untuk mendapatkan protein. Protein tersebut digunakan untuk keperluan produksi dan proses pematangan telur. Tiga hari setelah menghisap darah, nyamuk betina menghasilkan telur sampai 100 butir telur kemudian siap diletakkan pada media (Suroso, 2003 : 145).

c)    Tempat Istirahat (Resting Places)
Tempat yang disayangi nyamuk untuk beristirahat selama menunggu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin. Aedes aegypti lebih menyukai tempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan sebagai tempat peristirahatannya, termasuk di kamar tidur, di kamar mandi, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tanaman, atau tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan, permukaan istirahat yang disukai nyamuk adalah di bawah perabotan, benda-benda yang tergantung seperti baju dan tirai, serta dinding. Sementara nyamuk Aedes albopictus lebih menyukai tempat di luar rumah yaitu hidup di lubang-lubang pohon, lekukan tanaman, dan kebun atau kawasan pinggir hutan. Oleh karena itu, Aedes albopictus sering disebut nyamuk kebun (forest mosquito) (WHO, 2005 : 63).

d)   Jangkauan Terbang (Flight Range)
Pergerakan nyamuk Aedes aegypti dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Jangkauan terbang (flight range) rata-rata nyamuk Aedes aegypti adalah sekitar 100 m, tetapi pada keadaan tertentu nyamuk ini dapat terbang sampai beberapa kilometer dalam usahanya untuk mencari tempat perindukan untuk meletakkan telurnya. Nyamuk Aedes albopictus jangkauan terbang berkisar antara 400-600 m (Djoni Djunaedi, 2006 : 13).

2.1.4   Penyebaran Dan Penularan Penyakit
Penyebaran penyakit chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Banyaknya tempat perindukan nyamuk seiring berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit chikungunya. Saat ini hampir seluruh propinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya KLB chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit chikungunya lebih sering terjadi di daerah sub urban (Depkes RI, 2008).
Penularan chikungunya ditularkan melalui tusukan nyamuk (Aedes aegypti/Aedes albopictus). Nyamuk dapat menjadi berpotensi menularkan penyakit bila pernah menusuk penderita chikungunya. Kera dan beberapa binatang buas lainnya juga dapat sebagai perantara (reservoir) penyakit ini. Nyamuk yang terinfeksi akan menularkan penyakit bila menusuk manusia yang sehat. Chikungunya bersifat sporadis, artinya di berbagai tempat timbul serangan berskala kecil, misalnya mengenai beberapa desa, sehingga penyebarannya tidak merata (Widoyono, 2008 : 69).

2.1.5   Gejala Klinis
Chikungunya merupakan infeksi viral akut dengan onset mendadak. Masa inkubasinya berkisar antara 2-20 hari, namun biasanya 3-7 hari. Manifestasi klinis berlangsung 3-10 hari, yang ditandai dengan demam, nyeri sendi (artralgia), nyeri otot (mialgia), bercak kemarahan pada kulit, sakit kepala, kejang dan penurunan kesadaran, infeksi saluran pernafasan, dan gejala lainnya (Anies, 2006 : 75).

2.1.6   Pengobatan
Chikungunya pada dasarnya self limiting disease, artinya dapat sembuh
dengan sendirinya. Tidak ada vaksin maupun obat khusus untuk chikungunya. Oleh sebab itu, pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala yang mengganggu (simtomatis). Obat-obatan yang dapat digunakan adalah obat antipiretik, analgetik (non-aspirin analgetik; non steroid anti inflamasi drug parasetamol, antalgin, natrium diklofenak, piroksikam, ibuprofen, obat anti mual dan muntah : dimenhidramin atau metoklopramid). Aspirin dan steroid harus dihindari. Terapi lain disesuaikan dengan gejala yang dirasakan (Sudarto dkk, 2007 : 155).
Bagi penderita sangat dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup
karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Memperbanyak konsumsi buah-buahan segar, sebaiknya minum jus buah segar. Vitamin peningkat daya tahan tubuh juga bermanfaat untuk menghadapi penyakit ini. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa membuat rasa ngilu pada persendian cepat hilang. Minum banyak air putih juga disarankan untuk menghilangkan gejala demam (Anies, 2005 : 102).

2.1.7   Tindakan Pencegahan
Mengingat nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah vektor penular virus chikungunya dan virus dengue (DBD), maka upaya pencegahan
chikungunya hampir sama dengan pencegahan untuk penyakit DBD. Pencegahan dititikberatkan pada pemberantasan nyamuk penular yang dapat dilakukan terhadap jentiknya atau nyamuk dewasa (Widoyono, 2008 : 70).
1)   Pemberantasan Jentik
Pemberantasan jentik nyamuk yang dikenal dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dilakukan dengan cara kimiawi, biologi dan fisik.
2)   Pemberantasan Nyamuk
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan = fogging) dengan insektisida. Insektisida yang dapat digunakan ialah insektisida golongan:
-Organophospate, misalnya malathion, fenitrothion
-Pyretroid sintetic, misalnya lamda, sihalotrin, permetrin
-Carbamat
Alat yang digunakan untuk penyemprotan ialah mesin fogg atau mesin ULV (Depkes RI, 2005).

2.2    Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Chikungunya
Menurut teori Hendrik L. Blum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat yaitu keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2007 : 166).

2.2.1   Keturunan (Genetik)
Menurut Yuli Kusumawati (2003:16), genetik adalah faktor-faktor yang
diturunkan secara alamiah orang tua pada anaknya. Keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Selama ini belum pernah ada penelitian yang spesifik meneliti tentang faktor penyakit chikungunya yang disebabkan oleh keturunan.

2.2.2   Lingkungan
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah lingkungan. Lingkungan adalah himpunan dari semua kondisi luar yang berpengaruh pada kehidupan dan perkembangan pada suatu organisme, perilaku manusia, dan kelompok masyarakat. Lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam menyebabkan penyakit-penyakit menular. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus chikungunya. Secara umum lingkungan dibedakan menjadi 3, yaitu : lingkungan fisik, lingkungan biologik, dan lingkungan sosial (Budioro, 2001 : 39).

2.2.3   Perilaku
Menurut Skinner (1938) yang dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2005 :132), perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan
tantangan dan respons. Ada beberapa faktor perilaku yang berhubungan dengan kejadian chikungunya adalah sebagai berikut :
1)      Kebiasaan menguras tempat penampungan air (TPA)
2)      Kebiasaan menutup tempat penampungan air (TPA)
3)      Kebiasaan mengubur barang bekas
4)      Kebiasaan menggantung pakaian
5)      Kebiasaan tidur siang

2.2.4   Pelayanan Kesehatan
Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat merupakan sub pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), dan pelayanan kuratif (pengobatan) untuk meningkatkan derajat kesehatan dengan sasaran masyarakat (Soekidjo Notoatmodjo, 2007 : 101).